Seginimzoixz- Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai yang terkenal
yang ada di Selatan Yogyakarta, dan merupakan pantai yang sudah dikenal di dunia
internasional. Pantai Parngtritis berjarak +/- 27 kilometer dari kota
Yogyakarta, dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu 30 - 45
menit.
Pantai Parangtritis merupakan pantai
yang landai dengan bukit-bukit kapur di sekitarnya, dimana Pantai Parangtritis
juga merupakan salah objek wisata untuk dapat menikmati keindahan pada saat
matahari terbenam (sunset) untuk meninggalkan kita. Sambil melepas pemandangan penglihatan mata penulis di
sekitar daerah pesisir Pantai Parangtritis dalam menikmati atmosfer gelombang
kuat pantai selatan, merupakan bukti logis bahwa palung laut selatan Jawa yang
menghadap Samudra Indonesia memang terasa ganas.
Teringat sebuah cerita legenda masyarakat Yogyakrta tentang cerita eksotis
mistis penunggu pantai Selatan Nyai Rara Kidul, yang memiliki berbagai sebutan
nama dari beberapa sumber :
- Ricklefs (1974) menyebutnya dengan nama seperti Retna Dewi, Prabu Rara Rat Jawi, Sang Retna, Prabu Kenya, Sang Dewi, Sang Retna Tanah Jawi, Sang Prabu Dewi, dan Prabu Rara Surya Dewati.
- Van Hien (1912) menyebutnya Rara Wudu, dan
- Dra. Kalsum (dalam sebuah surat bertanggal 5 Juni 1990) dari sebuah cerita pengamalan perjalanan Anasthasia R.Y.Sadrach memberi nama Nyi Gelereng Putih.
Dalam pengertian bahasa Jawa
"Lara" dapat diartikan sakit. Lara dan Parangtritis merupakan
kosa kata bahasa yang selalu beiringan dalam ingatan masyarakat Indonesia,
khususnya bagi orang-orang Jawa. Hal ini tentunya mengingatkan kita dalam kisah
cerita Babad Tanah Jawa (abad ke-19). Dimana seorang pangeran Kerajaan
Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan
dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.
Karena sang pertapa adalah
sorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya.Namun,
sang pertapa wanita itu ternyata adalah bibi dari Joko suruh, bernama Ratna Suwida, dan dia pun menolak cinta Joko Suruh yang merupakan
keponakannya sendiri. Ketika muda, Ratna Suwida
mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit.
Di pergi menuju pantai Selatan
Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Dia berkata kepada pengeran, jika
keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Merapi,
maka dia akan menikahi seluruh penguasa yang terletak di dekat Gunung Merapi,
dia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.
Penembahan senopati merupakan
generasi kedua pendiri Kerajaan Mataram kedua, yang mengasingkan diri ke Pantai
Selatan untuk mengumpulkan seluruh energi dalam upaya mepersiapkan kampanye
militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul yang berjanji akan membantunya. Dalam kisahnya cerita legenda masyarakatnnya
Penembahan Senopati mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, intrik-intri
cinta istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini
yang disebut Yogyakarta Selatan.
Sejak saat itu, Ratu Kidul diyakini berhubungan
ert dengan keturunan Senopati yang berkuasa dan sesajian selalu dipersembahkan
untuknya di Pantai Parang Kusumo serta Parangtritis setiap tahun melalui
perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.
Seperti
inilah kisah cerita legenda masyarakat Pantai Parangtritsi Yogyakarta mengenai Kanjeng Ratu Kidul,
atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku
cerita Rakyat Yogyakarta dan versi kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi.
Tentunya hal ini membuat diri kita sebagian ada yang mempercayai dan juga ada
yang tidak tentang kebenaran cerita dari Kanjeng Ratu Roro Kidul. Cerita ini sampai saat ini masih
menjadi sebuah polemik ditengah-tengah masyarakat modern seperti sekarang ini.
Terlepas cerita ini semua dari polemik atau tidak, ada fenomena yang nyata
ditengah-tengah masyarakat Yogyakarta, bahwa cerita legenda mitos
Ratu Roro Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta.
Masyarakat modern dewasa ini
memiliki sikap dan tindakan yang sebagian besar dijiwai oleh kerasionalan dan
tehnologi modern, tidak ada satu pun yang tidak di kaji dengan analisis,
perencanaan, pengawasan dan tehnologi. Memang sulit untuk menyakini akan adanya
kekuatan mitos itu sendiri. Namun, hubungan antara Keraton dengan Kanjeng Ratu Roro Kidul secara fakta tercantum dalam Babad Tanah Jawi.
Dalam kepercayaan dan keyakinan
masyarakat Yogyakarta, pada saat mengunjungi Pantai Parangtritis Yogyakarta,
sebaiknya kita dapat menghindari warna-warna pakaian yang konon menjadi suatu
pentangan untuk dipergunakan di area Pantai Parangtritis. (Cerita ini penulis ketahui semenjak penulis
masih usia sekolah dasar).
Mengingat pandangan dunia modern
sekarang ini muncul dengan rasa rasional serta berdasarkan prosedur ilmiah yang
dapat dipertanggung jawabkan, maka ada bainya penulis berpendapat agar kita
semua untuk tidak terburu-buru mendakwahkan tentang "mitos"
itu suatu yang tidak masuk akal dan harus dijauhkan.
Secara rasional, mungkin kita
menolak kebenaran mitos, karena kita selalu menghubungkan efek dari mitos itu
sendri hanya sebuah kebetulan belaka. Namun, bila hal ini menjadi suatu
kebetulan mengapa harus terjadi berulang-ulang yang kejadiannya sama
persis ?
Diakui atau tidak, mitos secara langsung mendasari berbagai tindakan prilaku dan
cara berpikir kita yang sering kita tidak sadari. Hal ini disebabkan kita lupa,
bahwa sesuatu hal yang terjadi secara kebetulan merupakan suatu ketetapan hukum
Tuhan yang diperlakukan Nya dalam kehidupan ini.
Dengan demikian, cerita legenda
masyarakat tentang Kanjeng Roro Kidul di daerah Pantai Parangtritis Yogyakarta ini pun tidak bisa dikatakan
tidak masuk akal. Karena Tuhan sudah memberitahukan kepada kita semua melalui
kitab suci Nya. Dan semua cerita ini hanya dapat diterima atau tidak hanya
dengan sebuah logika keimanan bukan dengan logika manusia saja tanpa diimbangi
dengan logika keimanan.
Mitos
merupakan suatu kepercayaa. Dan kepercayaan seperti itu tidaklah memaksa.
Namun, mitos cerita tentang legenda masyarkat seperti ini jauh berbeda
dengan cerita agama yang memiliki landasan dasar yang kuat. Saran penulis agar
kita tidak perlu meyakini mitos,
karena sebuah mitos akan mendekatkan diri kita pada perbuatan syirik
(menduakan Tuhan). Ada baiknya bila kita hanya sekedar cukup percaya dan
menghormati tanpa harus meyakini. Agar kita tidak terjerat dalam permainan mitos
itu sendiri.